FIQIH MUAMALAH (Jual Beli)
GURU AGAMA : Bpk. IMAM SUBEKHI
S.Ag MSI
1.
AENUN AZKIYA INAYATI (01)
2.
ARLISNA PUTRI SARWOKO (02)
3.
DEFA HADIID
HAFIZI (03)
4.
DINA YULIANA (04)
5.
ELMA PUJI
TRIYANI (05)
6.
ENZA IYAZA (06)
7.
FARAH KUSUMA
ANGGRAENI (07)
8.
FIKRI HANAN IKBAR (08)
PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL
DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAH RAGA
SMA NEGERI 1 PANGKAH
Jl.
Raya Kalikangkung, Kec. Pangkah, Kab. Tegal Telp. (0283442274) Kode Pos 52471
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan
puji syukur dengan berkat rahmat Allah SWT, yang telah memudahkan kami dalam
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan
membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul
Hukum Jual Beli dalam Islam ini disusun untuk memenuhi tugas agama dalam
materi Fiqh Muamalah. Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.Sesuai
dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari
kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini belum mencapai
tahap kesempurnaan. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua dalam kehidupan sehari-hari.
Pangkah,
Nopember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yakni
tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain dalam
memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual
beli, baik dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Namun
sering kali dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan
dalam urusan muamalah ini dan merugikan masyarakat. Untuk menjawab segala
problema tersebut, agama memberikan peraturan dan pengajaran yang
sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur sedemikian rupa dan termaktub
dalam Al-Qur’an dan hadits, dan tentunya untuk kita pelajari dengan
sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan dengan lancar dan
teratur.
Jual beli adalah kegiatan tukar
menukar barang dengan cara tertentu yang setiap hari pasti dilakukan namun
kadang kala kita tidak mengetahui apakah caranya sudah memenuhi syara’ ataukah
belum. Kita perlu mengetahui bagaimana cara berjual beli menurut syariat..
Oleh karena itu, dalam makalah ini,
sengaja kami bahas mengenai jual beli, karena sangat kental dengan kehidupan
masyarakat. Disini pula akan banyak dibahas mulai dari tata cara jual beli yang
benar sampai hal-hal yang diharamkan atau dilarang, tujuannya untuk mempermudah
praktek muamalah kita dalam kehidupan sehari-hari dan supaya kita tidak mudah
untuk terjerat dalam lingkaran kecurangan yang sangat meresahkan dan merugikan
masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang
di atas, maka rumusan masalah yang dibahas antara lain:
- Apa
pengertian, hukum, rukun dan syarat jual beli?
- Apa saja macam-macam jual beli?
- Apa saja hikmah yang terkandung
dalam jual beli?
- Apa hukum khiyar dalam jual
beli, macam-macam khiyar?
- Apa saja hikmah khiyar?
1.3
Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan pembahasan yang akan dicapai dalam makalah ini antara lain:
- Siswa
mampu memahami pengertian, hukum, rukun dan syarat jual beli
- Siswa mampu memahami
macam-macam jual beli
- Siswa mampu memahami hikmah
yang terkandung dalam jual beli
- Siswa mampu memahami hukum
khiyar dalam jual beli, macam-macam khiyar
- Siswa mampu memahami hikmah
khiyar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa
disebut البيع, merupakan masdar
dari kata بِعْتُ
diucapkan يَبِيْعُ -بَاعَ bermakna memiliki dan membeli. Adapun menurut istilah syara’ adalah:
مقابلة
مال بما ل قابلين للتصرف بايجاب وقبول على الوجه المأذ ون فيه
“Menukar suatu barang dengan barang (alat tukar yang syah)
dengan ijab qabul dan berdasarkan suka sama suka.”
Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa jual beli harus
dilakukan berdasarkan suka sama suka.
…لاتأكلوااموالكم بينكم با لباطل الا
ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم…
Artinya: “…Janganlah kamu makan harta yang ada di antara
kamu dengan jalan batal, melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka….”(QS.
An Nisa’: 29)
2.2 Hukum Jual Beli
Jual beli hukum asalnya jâiz
atau mubah/boleh (halal) berdasarkan dalil dari al-Quran, hadis dan
ijma’ para ulama.
…لاتأكلوااموالكم بينكم با لباطل الا
ان تكون تجارة ان تكون تجارة ان تراض منكم…
Artinya: “….janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu….. “ (QS. An Nisa’29)
وأحل
الله البيع وحرم الربا
Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”
(Qs. Al Baqarah 275)
2.3 Rukun dan Syarat
Jual Beli
2.3.1
Penjual dan Pembeli
Syaratnya adalah:
- Brakal,
agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual
belinya.
- Dengan kehendak sendiri (bukan
dipaksa).
- Tidak mubazir (pemboros), sebab
harta orang yang mubazir itu si tangan walinya.
- Baligh (berumur 15 tahun ke
atas/dewasa). Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang
sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian
ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil; karena
kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan menetapkan
peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya
2.3.2
Uang dan Benda yang di beli
Syaratnya adalah:
- Suci.
Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan,
seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
- Ada manfaatnya. Tidak boleh
menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dilarang pula mengambil
tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan)
harta yang terlarang.
- Barang itu dapat diserahkan.
Tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang
membeli, misalnya ikan dalam laut, barang rampasan yang masih berada
ditangan yang merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu
mengandung tipu daya (kecohan).
- Barang itu diketahui oleh si
penjual dan si pembeli. Zat, bentuk, kadar (ukuran), dan sifat-sifatnya
jelas sehingga antara penjual dan pembeli keduanya tidak saling
kecoh-mengecoh.
2.3.3
Akad (Ijab dan Kabul)
Rukun jual beli ada tiga yaitu; akad
(ijab Kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih
(objek akad).
Akad ialah ikatan antara penjual dan
pembeli, jual beli belum dikatan sah sebelum ijab dan Kabul dilakukan, sebab
ijab Kabul menunjukan kerelaan (keridhaan), pada dasarnya ijab Kabul dilakuhkan
dengan lisan, tapi kalau tidak mungkin, seperti bisu atau yang lainnya, maka
boleh ijab Kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
2.4 Macam-Macam
jual beli
Jual beli dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
a. Ditinjau dari
segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
-
Jual beli benda
yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad, barangnya ada di hadapan
penjual dan pembeli.
-
Jual beli
salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual beli ini harus
disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang ditempat akad
berlangsung.
-
Jual beli benda
yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam agama
Islam.
b. Ditinjau dari
segi pelaku atau subjek jual beli:
-
Dengan
lisan, akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi orang bisu
dapat diganti dengan isyarat.
-
Dengan
perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual beli ini dilakukan
oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis akad, dan ini dibolehkan
menurut syara’.
-
Jual beli
dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab kabul.
Misalnya seseorang mengambil mie instan yang sudah bertuliskan label harganya.
Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini dilarang karena ijab kabul adalah
rukun dan syarat jual beli, namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam
Nawawi membolehkannya.
c. Dinjau dari
segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah
bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di
atas. Dari sudut pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
-
Shahih, yaitu
jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya
-
Ghairu Shahih,
yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.
Sedangkan
fuqoha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli menjadi tiga, yaitu:
1. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat
dan rukunnya
2. Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi
rukun dan syarat jual beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya:
-
Jual beli
atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti jual beli janin di dalam
perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.
-
Jual beli
barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai dan khamar.
-
Jual beli
bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat
tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli.
-
Jual beli yang
menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung, salib atau buku-buku bacaan
porno.
3.
Segala bentuk
jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak
binatang yang masih bergantung pada induknya.Fasid, yaitu jual beli yang secara
prinsip tidak bertentangan dengan syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu
yang menghalangi keabsahannya. Misalnya :
-
jual beli
barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika berlangsungnya akad.
-
Jual beli
dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu menguasai barang
sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya dengan harga murah
-
Membeli barang
dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena
kelangkaan barang tersebut.
-
Jual beli barang
rampasan atau curian.
-
Menawar barang
yang sedang ditawar orang lain. Rasulullah bersabda:
لاَ يَسُوْمُ الرَّجُلُ عَلَى سَوْمِ أَخِيْهِ (رواه البخارى و
مسلم)
“ Tidak boleh
seseorang menawar di atas tawaran saudaranya” (HR.Bukhari
& muslim ).
2.5 Hikmah Jual Beli
Allah mensyari’atkan jual beli
sebagai penberian keluangan dan keleluasaan dari-Nya untuk hamba-hamba-Nya,
yang membawa hikmah bagi manusia diantaranya:
- Jual beli dapat menata struktur
kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
- Penjual dan pembeli dapat
memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan.
- Dapat menjauhkan diri dari
memakan atau memiliki barang yang haram atau secara bathil.
- Penjual dan pembeli sama-sama
mendapat rizki Allah
- Menumbuhkan ketentraman dan
kebahagiaan.
2.6 Khiyar Dalam Jual Beli
2.6.1 Pengertian
Khiyar
Secara bahasa Khiyar diambil dari bahasa arab
yang berarti pilihan, Secara umum khiyar berarti menentukan yang terbaik dari
dua hal atau lebih untuk dijadikan orientasi. Secara terminologi, banyak para
ulama fiqih yang mendefinisikannya, diantaranya adalah Sayid sabiq, yaitu:
الخِيَارُ هُوَ طَلَبُ خَيْرُالاُمْرِ مِنَ الاِمْضَاءِ
أَوِالاِلْغَاءِ
“ khiyar adalah
mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan jual beli”
Wahbah
al-Zuhaily mendefinisikan khiyar dengan :
“ Hak pilih
bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk
melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi
masing-masing pihak yang melakukan transaksi”
Dari pengertian yang telah dikemukakan di atas
dapat dirumuskan bahwa khiyar adalah pemberian hak memilih kepada orang-orang
yang melakukan transaksi untuk melanjutkan transaksi atau tidak. Hal ini
dilakukan untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal baik pihak-pihak yang
melakukan jual beli.
2.6.2 Hukum Khiyar
Menurut Islam, hak khiyar dalam jual beli itu
diperbolehkan, karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan
kemaslahatan masing-masing pihak yang melangsungkan transaksi.
2.6.3 Macam-macam
Khiyar
a.
Khiyar majlis
Hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad
untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majlis akad. Dasar
hukumnya:
البَيْعَانِ بِا الخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَاِنْ صَدَّقَا
وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْغِهِمَا وَاِنْ كَتَمَ وَ كَذَّبَا مَحِقَتْ
بَرْكَةُ بَيْعِهِمَا
“ Dua orang
yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama belum terpisah. Jika
keduanya benar dan jelas maka keduanya diberkahi dalam jual beli mereka. Jika
mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah keberkahan jual
beli mereka.”(HR. Bukhari dan Muslim)
b. Khiyar ‘aib
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan
jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada
objek yang diperjual belikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika
akad berlangsung.(fiqh muamalah, abdul Rahman dkk, h.100). Dasar hukumnya:
المُسْلِمُ اَخُو المُسْلِمِ لَا يَحِلَّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ
مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلاَّ بَيَّنَهُ
“ Sesama muslim
itu bersaudara, tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada
muslimlain, padahal pada barang itu terdapat ‘aib/cacat ” (HR. Ibnu
Majah)
c.
Khiyar Ru’yah
Yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan
berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia
lihat ketika akad berlangsung. Jumhur ulama mengataklan bahwa khiyar ini
diperbolehkan dengan alasan objek yang akan dibeli itu tidak ada di tempat
berlangsungnya akad. dengan dasar hukum:
مَنِ اشْتَرَى شَيْئًا لَمْ يَرَهُ فَهُوَ بِالخِيَارِ اِذَا
رَاَهُ
“ Siapa yang
membeli sesuatu yang belum ia lihat maka ia berhak khiyar apabila telah melihat
barang itu” ( HR. Dar al-Quthni dari Abu Hurairah )
Namun, ulama
Syafi’iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah. Baik barang
itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu menurut mereka
khiyar ru’yah tidak diperbolehkan karena mengandung unsur penipuan yang akan
membawa pada perselisihan.
d. Khiyar Syarat
Yaitu hak pilih yang dijadikan syarat
oleh keduanya atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk
meneruskan atau membatalkan akadnya itu agar dipertimbangkan setelah sekian
hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.
Rasulullah
bersabda:
اَنْتَ بِاالخِيَارِ فِي كُلِّ سِلْعَةٍ اِبْتَعْتَهَا ثَلَاثَ
لَيَالٍ
“ Kamu boleh
khiyar ( memilih) pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari, tiga
malam” (HR.Baihaqi)
e.
Khiyar Ta’yin
Yaitu hak pembeli dalam menentukan barang yang
berkualitas dalam jual beli. Menurut jumhur ulama khiyar seperti ini tidak sah
karena dalam akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan
harus jelas, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Oleh karena itu jumhur ulama
memasukkannya dalam kategori jual beli al-ma’dum ( tidak jelas identitasnya).
Namun ulama hanafiyah membolehkan khiyar ini
dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak dan
tidak diketahui secara pasti oleh pembeli sehingga ia memerlukan bantuan
seorang pakar. Namun ada tiga syarat, yaitu:
§ Pilihan dilakukan terhadap barang sejenis yang
berbeda kualitas dan sifatnya
§ Barang itu berbeda sifat dan nilainya
§ Tenggang waktu
untuk khiyar ta’yin harus ditentukan, yaitu tidak boleh lebih dari tiga hari
2.6.4 Hikmah Khiyar
1.
Membuat akad jual beli berlangsung
menurut prinsip-prinsip Islam, yaitu kerelaan dan ridha antara penjual dan
pembeli.
2.
Mendidik masyarakat agar
berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan
barang dagangan yang baik, sepadan pula dengan harga yang dibayar.
3.
Penjual tidak semena-mena menjual
barangnya kepada pembeli, dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan
keadaan barangnya.
4.
Terhindar dari unsur-unsur penipuan
dari kedua belah pihak, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
5.
Khiyar dapat memelihara hubungan
baik antar sesama. Sedangkan ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan
berakibat penyesalan yang mengarah pada kemarahan, permusuhan, dendam dan
akibat buruk lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan
jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin
silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.
Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual
beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul),
subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi,
dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari
kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya
terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari
rukun dan syaratnya hampir sama.
Dalam jual beli juga dikenal istilah khiyar,
yaitu hak memilih yang diberikan kepada pembeli untuk meneruskan atau
membatalkannya karena suatu hal. Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan
masing-masing pihak yang melakukan transaksi, dan inipun diperbolehkan dalam
Islam.
3.2
Saran
1.
Jual beli merupakan kegiatan yang
sering dilakukan oleh setiap manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak
menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana.
Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam
bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
2.
Allah SWT telah berfirman
bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka dari itu,
jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukan riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan
orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
As-Sa'di, Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqih
Jual-Beli. Jakarta: Senayan Publishing
Rasyid, Sulaiman. 2013. Fiqh Islam.
Bandung: Sinar Baru Algesindo
